Jumat, 15 Juli 2011

Kuliner





"Empat penari, kian kemari//jalan melenggang//aduuh, sungguh jenaka//......// sambil bernanyi, jongkok berdiri// aduuh, sungguh jenaka, tari mereka//gambang semarang//", lagu gambang semarang menyambut kami di stasiun kereta api Semarang. Subuh jadi terasa siang. Lagu keroncong ini sama sekali tidak asing di telinga saya. Bapak saya adalah pecinta lagu-lagu keroncong, ia memiliki banyak kaset lagu-lagu keroncong. Dulu, Bapak saya biasa memutar lagu-lagu keroncong,di siang hari, setelah makan siang, sepulang ia mengajar sambil duduk-duduk di halaman belakang.

Lagu itu semakin menjauh seiring laju bus yang membawa kami ke Kudus. Kawan kami, Aditya, yang bekerja di Pengadilan Negeri Kudus, sudah menghadang kami di jalan raya kudus. Adit memperkenalkan kami dengan makanan khas Kudus. Lentog namanya. Jadilah Lentog menu sarapan kami. Ia membawa kami ke sebuah warung kecil di pinggiran desa.

Duduk di bangku panjang dari kayu, kami menunggu sepiring Lentog yang katanya nikmat dan gurih itu. Hmmmmm..., saya tidak sabar untuk melahapnya saat sepiring Lentog sudah di tangan saya.

Sepiring Lentog berisi irisan lontong (lontong daun, bukan plastik) yang disiram dengan lodeh yang terdiri dari gori atau nangka muda, irisan tahu dan tempe kemudian ditaburi bawang goreng plus kuah santan.

"Lauknya, mbak. mau nambah apa?" Ibu peracik Lentog menawarkan lauk pauk yang biasa menjadi teman ketika kita menyantap Lentog.
"Ada sate telur puyuh semur, sate usus, krupuk, telur asin bakar".
Saya memilih kerupuk dan setusuk sate telur puyuh semur. Rsanya memang nikmat. Gurih. Namun porsi Lentog sangat sedikit, bahkan untuk ukuran saya. Jadi tidak heran penyantap Lentog biasanya akan habis lebih dari satu piring.

Pada mulanya, Lentog dijual oleh laki-laki saja dengan memikul seperangkat perlengkapan Lentog dengan berkeliling. Pada perkembangannya Lentog mulai dijual di kios-kios oleh para ibu-ibu rumah tangga. Seporsi lentog dihargai mulai dari 2000 rupiah.

"enak to? murah meriah. iso ngirit urip ning kene", celoteh Adit, seusai kami menyantap menu sarapan Lentog.

Kini, selain Jenang Kudus, Lentog juga sudah menjadi icon kuliner kota Kudus.


Ket : Foto-foto diambil oleh Adiani Viviana, pada Juli 2010 menggunakan Kamera Handphone 6275i

Tidak ada komentar: