Selasa, 12 Juli 2011

Kasus Pidana SMW Vs Risang Bima Wijaya

Batalkan Semua Putusan Risang!
Senin Berkas Diteken, Rabu Dikirim ke MA

Sumber : RADAR JOGJA


SLEMAN - Kuasa hukum Risang Bima Wijaya dari LBH Pers meminta pembatalan semua putusan atas kasus yang menimpa kliennya. Putusan yang diminta untuk dibatalkan dalam kasus kriminalisasi terhadap pers ini mulai dari putusan PN Sleman, PT DIJ serta Mahkamah Agung (MA).

Permintaan itu tertuang dalam tanggapan dan kesimpulan dalam sidang lanjutan Peninjauan Kembali (PK) di PN Sleman, kemarin. Dalam sidang dengan hakim tunggal Syamsul Edi SH dan JPU Kamari SH, kuasa hukum Risang yang terdiri atas Hendrayana SH, Muhammad Halim SH, Agus Ramdani SH, Adiani Viviana SH, Sholeh Ali SH, Bayu Wicaksono SH, Mimi Maftuha SH dan Endar Sumarsono SH mengajukan tanggapan dan kesimpulan setebal 13 halaman.

Menurut LBH Pers, ada beberapa alasan sehingga pihaknya meminta pembatalan putusan. Pertama, adanya novum baru yang diajukan dalam sidang persidangan PK. Novum baru itu berupa klarifikasi yang dibuat mantan anggota Dewan Pers RH Siregar saat menjadi saksi dalam sidang di PN Sleman 8 Juli 2004.

Klarifikasi yang dibuat RH Siregar menyatakan dirinya tidak setuju penggunaan pasal KUHP untuk mengadili wartawan yang melakukan tugas jurnalistik. "Dalam surat klarifikasi tertanggal 6 Desember 2004, RH Siregar antara lain menulis: Mengacu risalah sidang pengadilan 8 Juli 2004 itu ternyata catatan jalannya tanya jawab persidangan tidak akurat, tidak jelas dan tidak lengkap. Seolah-olah saya (RH Siregar) setuju terhadap Risang Bima Wijaya dituntut pidana penjara berdasar KUHP. Besar kemungkinan kalimat-kalimat itu kesimpulan JPU dari catatan sidang yang kurang jelas," ungkap.

Hal lain yang dijadikan alasan, kata Hendrayana dari LBH Pers, dakwaan JPU salah orang atau error in persona. Pasalnya, penanggung jawab pemberitaan adalah pemimpin redaksi, bukan pemimpin umum. "Bahwa pemohon/terpidana pada saat kasus ini terjadi menjabat sebagai pemimpin umum SKH Radar Jogja. Padahal berdasarkan azas komando, seharusnya yang bertanggungjawab atas isi pemberitaan adalah pemimpin redaksi," ujarnya.

Alasan lainnya, putusan dianggap prematur atau terlalu dini. Dikatakan, perkara ini berhubungan dengan karya jurnalistik, sehingga penyelesaian sengketanya harus diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian sengketa pers sebagaimana yang diatur dalam UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers.

"Dalam UU Pers telah diatur mengenai mekanisme penyelesaian sengketa pers. Bilamana seseorang atau sekelompok orang merasa keberatan/dirugikan oleh suatu pemberitaan, ada mekanisme atau prosedur penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh. Yakni melalui hak jawab, hak koreksi atau mengadukan kepada organisasi profesi wartawan," ucapnya.

Berdasarkan hal itu, kata Hendrayana pihaknya meminta tuntutan JPU tidak dapat diterima. Menyatakan pemohon/terpidana Risang Bima Wijaya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menista dengan tulisan secara berlanjut. "Membebaskan pemohon/terpidana atas segala dakwaan, serta mengembalikan nama baik dan hak-hak pemohon/terpidana serta harkat dan martabatnya seperti sediakala," ungkap Hendrayana.

Sidang ditunda Senin (4/2) dengan agenda penandatanganan berkas materi yang akan dikirimkan ke Mahkamah Agung (MA). Menurut hakim Syamsul Edi, jika Senin berkas bisa diteken, rencananya (6/2) akan dikirimkan ke MA di Jakarta.

Jumat, 01 Feb 2008
(oto)

Tidak ada komentar: