Kamis, 25 Desember 2014

Senja Di The Monsoon City



Perjumpaanku dengan mereka diakhiri dengan doa. Para pendeta dan puluhan Kristiani itu khidmat dalam ketulusan hati memanjatkan doa ; memintakan keselamatan, kesabaran, kekuatan, kelapangan hidup, dan kebaikan untukku. Lalu, tiga orang jemaat perempuan memelukku. Para pendeta menyalamiku. Aku satu-satunya muslim yang ada dalam gereja itu. Aku pulang, menuruni anak tangga gereja, dengan jiwa yang penuh kebahagiaan. Mereka melambaikan tangan padaku.

Mulanya mereka mengira aku se-iman dengan mereka. Mereka bertanya di mana gerejaku? Di mana pelayananku?. Aku menjawabnya, “Barangkali pelayanan saya di seluruh Indonesia. Atau bisa jadi di penjuru muka bumi ini? Saya Muslim”. Mereka kaget. Mungkin jawabanku tidak seperti yang mereka harapkan. Aku khawatir, mereka menolak kedatanganku. Seolah aku melihat sorot mata yang penuh selidik pada tatapan mereka. Tapi dalam dua jam, semuanya berubah. Kami bergandengan tangan dengan tulus. Tak ada rasa saling curiga. Agamamu Agama Kasih. Agamaku Agama Rahmat Bagi Seluruh Semesta. Aku aman bagimu, kamu aman bagiku. Kita masih diberi hidup, karena kita masih dipercaya untuk menebar cinta, dan damai di seluruh penjuru muka bumi.

Aku berterima kasih dengan mendalam pada Tuhanku di senja itu. Berterima kasih secara khusus karena Ia telah menunjukkan keindahanNya. Semoga Engkau membimbing aku, ia, kamu, mereka, kita, untuk bisa menjadi manusia yang rendah hati. Memuji dan memujaMu tanpa merendahkan ciptaanMu. MenyeruMu tanpa lisan ini menyakiti sesamaku, ciptaanMu. “Mensyukuri waktu menggerakkan tubuh”  tanpa raga ini mengkasari atau berbuat kekerasan pada sesamaku, ciptaanMu.

Aku menghentikan langkah sejenak. Menatap dedaunan pohon cemara di depan gereja. Pohon yang selalu menghijau, setia sepanjang musim. Aku teringat cerita kanak-kanak dari Florence Holbrook. Pohon cemara terus menghijau karena kebaikannya pada burung kecil yang sayapnya patah. Cemara yang tinggi, berendah hati menolong burung kecil. Sehingga angin, dan segala musim, serta penjuru semesta terus menghijaukan cemara.


Adiani Viviana,
(Di Bawah Pohon Cemara, pada suatu Juni)

Tidak ada komentar: